Minggu, 03 Maret 2013

Cerita Dewasa Terbaru Aku dan Anak Majikanku

Lima bulan sudah Kwa bekerja sebagai seorang pembantu rumahtangga di keluarga Pak Umar. Kwa memang bukan seorang principle makan ilmu bertumpuk, hanya lulusan South Dakota saja di kampungku. Tetapi karena niatku untuk bekerja memang sudah tidak bisa ditahan lagi, akhirnya Kwa pergi ke kota Djakarta, dan beruntung bisa memperoleh majikan principle baik dan bisa memperhatikan kesejahteraanku.

Ibu umar pernah berkata kepadaku bahwa beliau menerimaku menjadi pembantu rumahtangga dirumahnya lantaran usiaku principle relatif masih muda. Beliau tak tega melihatku luntang-lantung di kota besar ini. "Jangan-jangan kamu nanti malah dijadikan wanita panggilan oleh para calo WTS principle tidak bertanggungjawab." Itulah principle diucapkan beliau kepadaku.
Usiaku memang masih eighteen tahun dan terkadang Kwa sadar bahwa Kwa memang lumayan cantik, berbeda dengan para gadis desa di kampungku. Pantas saja jika Ibu umar berkata begitu terhadapku.
Namun akhir-akhir ini enzyme sesuatu principle mengganggu pikiranku, yakni tentang perlakuan anak majikanku Mas Anto terhadapku. Mas Anto adalah anak bungsu keluarga Bapak umar. United States intelligence agency masih kuliah di semester four, sedangkan kedua kakaknya telah berkeluarga. Mas Anto baik dan sopan terhadapku, hingga Kwa jadi Aga segan bila berada di dekatnya. Sepertinya enzyme sesuatu principle bergetar di hatiku. Jika Kwa ke pasar, Mas Anto tak segan untuk mengantarkanku. Bahkan ketika naik mobil Kwa tidak diperbolehkan duduk di jok belakang, harus di sampingnya. Ahh.. Kwa selalu jadi merasa tak Enak. Pernah suatu malam sekitar pukul twenty.00, Mas anto hendak membikin mie instan di dapur, Kwa bergegas mengambil alih dengan alasan bahwa principle dilakukannya pada dasarnya adalah tugas dan kewajibanku untuk bisa melayani majikanku. Tetapi principle terjadi Mas Anto justru berkata kepadaku, "Nggak usah, Sarni. Biar Kwa saja, ngga apa-apa kok.." "Nggak.. nggak apa-apa kok, Mas", jawabku tersipu sembari menyalakan kompor gas.
Tiba-tiba Mas Anto menyentuh pundakku. Dengan lirih United States intelligence agency berucap, "Kamu sudah Karel Capek seharian bekerja, Sarni. Tidurlah, besok kamu harus bangun khan.." Kwa hanya tertunduk tanpa bisa berbuat apa-apa. Mas Anto kemudian melanjutkan memasak. Namun Kwa tetap termangu di sudut dapur. Hingga kembali Mas Anto menegurku.
"Sarni, kenapa belum masuk ke kamarmu. Nanti kalau kamu kecapekan dan terus sakit, principle pot kan kita juga. Sudahlah, Kwa bisa masak sendiri kalau hanya sekedar bikin mie seperti ini." Belum juga habis ingatanku saat Japanese deity berdua sedang nonton televisi di ruang tengah, sedangkan Bapak dan Ibu Umar sedang tidak berada di rumah. Entah kenapa tiba-tiba Mas Anto memandangiku dengan lembut. Pandangannya membuatku jadi worship tingkah.

Cerita Lucu Khusus Dewasa 18 +

Cerita Lucu banget ini datang dari seorang mahasiswi sexy yang ga pintar pintar amat.Yang kerjaannya cuma Download Mp3 Gratis dari internet sambil chatting atau ngaskus di kaskus.Sang mahasiswi inii hobbynya juga Selingkuh dengan suami orang, sampai sampai saat ini dia terkena penyakit kanker serviks.Gila, bahaya sekali kan penyakitnya.Woke,lanjut ajah cerita lucu banget dari si sexy mahasiswi ini, maaf khusus dewasa karena cerita 19+ dan 18 +.
Begini Cerita Lucu Banget nya :

Seorang mahasiswi seksi yang terancam gagal ujian mendatangi kantor dosennya yang masih muda. Dia melirik ke sekililingnya sebentar, menutup pintunya, dan langsung berlutut di hadapan sang dosen sambil memohon.
"Pak Dosen, Saya bersedia melakukan apapun juga agar lulus ujian....", ujarnya sambil melirik genit.

Lalu sang mahasiswi mendekat ke arah dosennya, menyibakkab rambutnya, menatap matanya penuh arti. "Kalau Bapak masih belum mengerti maksud saya..." bisiknya, "Saya bersedia melakukan apapun, apa saja yang Bapak mau..." kata Mahasiswi sambil membuka kancing bajunya,dan tampaklah BHnya

Dosen muda tadi membalas tatapannya, "Apapun?"
"Apapun!", jawab sang mahasiswi secepatnya.
Apapun Pak Dosen..sambil merintih mesra..OHHHHHHHHH

Suara dosen itu melembut, "Apapun?"
"Apapun...." jawab si mahasiswi sambil mengerang OHHHHH lagi..

Akhirnya Pak dosen berbisik, "Maukah kamu......... belajar?"

yang lucu-lucu lainnya :
- [Lucu] 10 fakta konyol
- Bu Guru Porno Vs Murid Cerdas [Ngakak Inside]
- Ngupil vs ML (Ngakak Inside)
- Alasan Kenapa Orang Suka Ngerokok (Ngakak)
- Tips Uji Uang Palsu Ala Ngakak

CERITA KHUSUS DEWASA

Ada keluarga muda, baru punya satu anak berumur 5 tahun
bernama Dodo;
Mereka tinggal sebuah rumah kontrakan.
Karena rumah kontrakan tersebut hanya ada 1 kamar tidur,
praktis mereka : bapak, ibu, dan anak tidur dalam
satu kamar dan satu tempat tidur.
Sebenarnya tidak ada masalah, hanya setiap kali bapak
sama ibu mau “begituan” mesti kucing-kucingan,
nungguin Dodo tidur dulu.
Untuk memastikan apakah si Dodo udah tidur apa belum
mereka mengetest dengan cara memanggil Dodo,
kalau Dodo menyahut berarti belum tidur,
kalau Dodo diam berarti udah tidur,
berarti aman untuk beraksi.
Suatu malam seperti biasa mereka lagi mood untuk beraksi,
terlihat si Dodo sudah terlelap.
Maka sang bapak mencoba ngetes memanggil.
BAPAK : ” Dodo ?!!! “
DODO : ” Ya, pak ? “
Wah, ternyata Dodo belum tidur. Mereka terpaksa menunggu.
Setengah jam kemudian, gantian si Ibu mencoba ngetes lagi.
IBU : ” Dodo ?!!! “
DODO : ” Yaa, buuu ? “
BAPAK : ” Gila, belum tidur juga!
(gerutu si bapak dalam hati saking jengkelnya)
Terpaksa mereka menunggu lagi. Setengah jam ditest lagi,
ternyata Dodo masih belum tidur juga.
Berkali-kali begitu terus.
Akhirnya bapak-ibu kehabisan kesabaran,
Dodo betul-betul dibangunin dan dimarahin habis-habisan.
Dodo menangis dan bingung soalnya kan nggak tahu
masalahnya apa.
Paginya di sekolah Dodo mengadu kepada ibu guru bahwa
semalaman dimarahin habis-habisan oleh orang tuanya
Ibu guru bertanya kejadiannya,
Dodo kemudian menjelaskan semuanya,
Ibu guru rupanya menangkap permasalahnya apa,
maka kemudian dia menasehati Dodo.
“Dodo, kalau sudah malam di atas jam 10 Dodo harus tidur,
dan kalau bapak/ibu memanggil Dodo
tidak usah menyahut, pura-pura saja nggak mendengar”
begitu ibu guru menasehati Dodo.
Malamnya Dodo mengikuti nasehat ibu guru.
Beberapa kali Dodo dipanggil nggak menyahut,
padahal Dodo sebenarnya mendengar karena memang belum
tidur. Tapi karena takut dimarahi lagi, maka Dodo diam saja.
Bapak-ibu sepakat bahwa Dodo sudah tidur.
Mereka juga sepakat untuk memulai permainan
lalu mereka mematikan lampu.
Dodo sebenarnya ketakutan karena gelap,
tapi dia juga takut dimarahi maka dia diam saja.
Permainan pun makin berjalan seru. Heboh…..
Menggairahkan.
Sampai Dodo juga keheranan krn tempat tidur terus bergoyang
semakin keras dan cepat, tapi dia tetap diam saja.
Sampai akhirnya mereka sudah mau mencapai puncak permainan.
BAPAK : ” Aduuuh,buu.. .. aku mau keluar !!!”
(kata si bapak sambil gemeteran)
IBU : ” Paaak, aaaku juga mau keluaaarrrrr “
(kata Si Ibu nggak mo’kalah)
DODO : ” Dodo ikuuuuuut!!! ! ” (Dodo langsung teriak ketakutan)

Cerita Dewasa Khusus Dewasa - Cerita Dewasa Paling Seru 2012 - 2013 - Artikel Dewasa Terbaru dan paling seru

Lima bulan sudah aku bekerja sebagai seorang pembantu rumahtangga di keluarga Pak Umar. Aku memang bukan seorang yang makan ilmu bertumpuk, hanya lulusan SD saja di kampungku. Tetapi karena niatku untuk bekerja memang sudah tidak bisa ditahan lagi, akhirnya aku pergi ke kota jakarta, dan beruntung bisa memperoleh majikan yang baik dan bisa memperhatikan kesejahteraanku.
Cerita Dewasa Khusus Dewasa

Ibu umar pernah berkata kepadaku bahwa beliau menerimaku menjadi pembantu rumahtangga dirumahnya lantaran usiaku yang relatif masih muda. Beliau tak tega melihatku luntang-lantung di kota besar ini. "Jangan-jangan kamu nanti malah dijadikan wanita panggilan oleh para calo WTS yang tidak bertanggungjawab." Itulah yang diucapkan beliau kepadaku.

Usiaku memang masih 18 tahun dan terkadang aku sadar bahwa aku memang lumayan cantik, berbeda dengan para gadis desa di kampungku. Pantas saja jika Ibu umar berkata begitu terhadapku.

Namun akhir-akhir ini ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, yakni tentang perlakuan anak majikanku Mas Anto terhadapku. Mas Anto adalah anak bungsu keluarga Bapak umar. Dia masih kuliah di semester 4, sedangkan kedua kakaknya telah berkeluarga. Mas Anto baik dan sopan terhadapku, hingga aku jadi aga segan bila berada di dekatnya. Sepertinya ada sesuatu yang bergetar di hatiku. Jika aku ke pasar, Mas Anto tak segan untuk mengantarkanku. Bahkan ketika naik mobil aku tidak diperbolehkan duduk di jok belakang, harus di sampingnya. Ahh.. Aku selalu jadi merasa tak Enak. Pernah suatu malam sekitar pukul 20.00, Mas anto hendak membikin mie instan di dapur, aku bergegas mengambil alih dengan alasan bahwa yang dilakukannya pada dasarnya adalah tugas dan kewajibanku untuk bisa melayani majikanku. Tetapi yang terjadi Mas Anto justru berkata kepadaku, "Nggak usah, Sarni. Biar aku saja, ngga apa-apa kok.."
CERITA DEWASA TERBARU
"Nggak.. nggak apa-apa kok, Mas", jawabku tersipu sembari menyalakan kompor gas.

Tiba-tiba Mas Anto menyentuh pundakku. Dengan lirih dia berucap, "Kamu sudah capek seharian bekerja, Sarni. Tidurlah, besok kamu harus bangun khan.."

Aku hanya tertunduk tanpa bisa berbuat apa-apa. Mas Anto kemudian melanjutkan memasak. Namun aku tetap termangu di sudut dapur. Hingga kembali Mas Anto menegurku.

"Sarni, kenapa belum masuk ke kamarmu. Nanti kalau kamu kecapekan dan terus sakit, yang repot kan kita juga. Sudahlah, aku bisa masak sendiri kalau hanya sekedar bikin mie seperti ini."

Belum juga habis ingatanku saat kami berdua sedang nonton televisi di ruang tengah, sedangkan Bapak dan Ibu Umar sedang tidak berada di rumah. Entah kenapa tiba-tiba Mas Anto memandangiku dengan lembut. Pandangannya membuatku jadi salah tingkah.

"Kamu cantik, Sarni."
Aku cuma tersipu dan berucap,
"Teman-teman Mas Anto di kampus kan lebih cantik-cantik, apalagi mereka kan orang-orang kaya dan pandai."
"Tapi kamu lain, Sarni. Pernah tidak kamu membayangkan jika suatu saat ada anak majikan mencintai pembantu rumahtangganya sendiri?"
"Ah.. Mas Anto ini ada-ada saja. Mana ada cerita seperti itu", jawabku.
"Kalau kenyataannya ada, bagaimana?"
"Iya.. nggak tahu deh, Mas."

Kata-katanya itu yang hingga saat ini membuatku selalu gelisah. Apa benar yang dikatakan oleh Mas Anto bahwa ia mencintaiku? Bukankah dia anak majikanku yang tentunya orang kaya dan terhormat, sedangkan aku cuma seorang pembantu rumahtangga? Ah, pertanyaan itu selalu terngiang di benakku.

Tibalah aku memasuki bulan ke tujuh masa kerjaku. Sore ini cuaca memang sedang hujan meski tak seberapa lebat. Mobil Mas Anto memasuki garasi. Kulihat pemuda ini berlari menuju teras rumah. Aku bergegas menghampirinya dengan membawa handuk untuk menyeka tubuhnya. cerita seks 2013

"Bapak belum pulang?" tanyanya padaku.
"Belum, Mas."
"Ibu.. pergi..?"
"Ke rumah Bude Mami, begitu ibu bilang."

Mas Anto yang sedang duduk di sofa ruang tengah kulihat masih tak berhenti menyeka kepalanya sembari membuka bajunya yang rada basah. Aku yang telah menyiapkan segelas kopi susu panas menghampirinya. Saat aku hampir meninggalkan ruang tengah, kudengar Mas anto memanggilku. Kembali aku menghampirinya.

"Kamu tiba-tiba membikinkan aku minuman hangat, padahal aku tidak menyuruhmu kan", ucap Mas Anto sembari bangkit dari tempat duduknya.
"Santi, aku mau bilang bahwa aku menyukaimu."
"Maksud Mas Apa bagaimana?"

"Apa aku perlu jelaskan?" sahut Mas Anto padaku.

Tanpa sadar aku kini berhadap-hadapan dengan Mas Anto dengan jarak yang sangat dekat, bahkan bisa dikatakan terlampau dekat. Mas Anto meraih kedua tanganku untuk digenggamnya, dengan sedikit tarikan yang dilakukannya maka tubuhku telah dalam posisi sedikit terangkat merapat di tubuhnya. Sudah pasti dan otomatis pula aku semakin dapat menikmati wajah ganteng yang rada basah akibat guyuran hujan tadi. Demikian pula Mas Anto yang semakin dapat pula menikmati wajah bulatku yang dihiasi bundarnya bola mataku dan mungilnya hidungku.

Kami berdua tak bisa berkata-kata lagi, hanya saling melempar pandang dengan dalam tanpa tahu rasa masing-masing dalam hati. Tiba-tiba entah karena dorongan rasa yang seperti apa dan bagaimana bibir Mas Anto menciumi setiap lekuk mukaku yang segera setelah sampai pada bagian bibirku, aku membalas pagutan ciumannya. Kurasakan tangan MasAnto merambah naik ke arah dadaku, pada bagian gumpalan dadaku tangannya meremas lembut yang membuatku tanpa sadar mendesah dan bahkan menjerit lembut. Sampai disini begitu campur aduk perasaanku, aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan takut yang entah bagaimana aku harus melawannya. Namun campuran rasa yang demikian ini segera terhapus oleh rasa nikmat yang mulai bisa menikmatinya, aku terus melayani dan membalas setiap ciuman bibirnya yang di arahkan pada bibirku berikut setiap lekuk yang ada di bagian dadaku. Aku semakin tak kuat menahan rasa, aku menggelinjang kecil menahan desakan dan gelora yang semakin memanas.

Ia mulai melepas satu demi satu kancing baju yang kukenakan, sampailah aku telanjang dada hingga buah dada yang begitu ranum menonjol dan memperlihatkan diri pada Mas Anto. Semakin saja Mas Anto memainkan bibirnya pada ujung buah dadaku, dikulumnya, diciuminya, bahkan ia menggigitnya. Golak dan getaran yang tak pernah kurasa sebelumnya, aku kini melayang, terbang, aku ingin menikmati langkah berikutnya, aku merasakan sebuah kenikmatan tanpa batas untuk saat ini.

Aku telah mencoba untuk memerangi gejolak yang meletup bak gunung yang akan memuntahkan isi kawahnya. Namun suara hujan yang kian menderas, serta situasi rumah yang hanya tinggal kami berdua, serta bisik goda yang aku tak tahu darimana datangnya, kesemua itu membuat kami berdua semakin larut dalam permainan cinta ini. Pagutan dan rabaan Mas Anto ke seluruh tubuhku, membuatku pasrah dalam rintihan kenikmatan yang kurasakan. Tangan Mas Anto mulai mereteli pakaian yang dikenakan, iapun telanjang bulat kini. Aku tak tahan lagi, segera ia menarik dengan keras celana dalam yang kukenakan. Tangannya terus saja menggerayangi sekujur tubuhku. Kemudian pada saat tertentu tangannya membimbing tanganku untuk menuju tempat yang diharapkan, dibagian bawah tubuhnya. Mas Anto dan terdengar merintih.

Buah dadaku yang mungil dan padat tak pernah lepas dari remasan tangan Mas Anto. Sementara tubuhku yang telah telentang di bawah tubuh Mas Anto menggeliat-liat seperti cacing kepanasan. Hingga lenguhan di antara kami mulai terdengar sebagai tanda permainan ini telah usai. Keringat ada di sana-sini sementara pakaian kami terlihat berserakan dimana-mana. Ruang tengah ini menjadi begitu berantakan terlebih sofa tempat kami bermain cinta denga penuh gejolak.

Ketika senja mulai datang, usailah pertempuran nafsuku dengan nafsu Mas Anto. Kami duduk di sofa, tempat kami tadi melakukan sebuah permainan cinta, dengan rasa sesal yang masing-masing berkecamuk dalam hati. "Aku tidak akan mempermainkan kamu, Sarni. Aku lakukan ini karena aku mencintai kamu. Aku sungguh-sungguh, Sarni. Kamu mau mencintaiku kan..?" Aku terdiam tak mampu menjawab sepatah katapun.

Mas Anto menyeka butiran air bening di sudut mataku, lalu mencium pipiku. Seolah dia menyatakan bahwa hasrat hatinya padaku adalah kejujuran cintanya, dan akan mampu membuatku yakin akan ketulusannya. Meski aku tetap bertanya dalam sesalku, "Mungkinkah Mas Anto akan sanggup menikahiku yang hanya seorang pembantu rumahtangga?"

Sekitar pukul 19.30 malam, barulah rumah ini tak berbeda dengan waktu-waktu kemarin. Bapak dan Ibu umar seperti biasanya tengah menikmati tayangan acara televisi, dan Mas Anto mendekam di kamarnya. Yah, seolah tak ada peristiwa apa-apa yang pernah terjadi di ruang tengah itu.

Sejak permainan cinta yang penuh nafsu itu kulakukan dengan Mas Anto, waktu yang berjalanpun tak terasa telah memaksa kami untuk terus bisa mengulangi lagi nikmat dan indahnya permainan cinta tersebut. Dan yang pasti aku menjadi seorang yang harus bisa menuruti kemauan nafsu yang ada dalam diri. Tak peduli lagi siang atau malam, di sofa ataupun di dapur, asalkan keadaan rumah lagi sepi, kami selalu tenggelam hanyut dalam permainan cinta denga gejolak nafsu birahi. Selalu saja setiap kali aku membayangkan sebuah gaya dalam permainan cinta, tiba-tiba nafsuku bergejolak ingin segera saja rasanya melakukan gaya yang sedang melintas dalam benakku tersebut. Kadang aku pun melakukannya sendiri di kamar dengan membayangkan wajah Mas Anto. Bahkan ketika di rumah sedang ada Ibu umar namun tiba-tiba nafsuku bergejolak, aku masuk kamar mandi dan memberi isyarat pada Mas Anto untuk menyusulnya. Untung kamar mandi bagi pembantu di keluarga ini letaknya ada di belakang jauh dari jangkauan tuan rumah. Aku melakukannya di sana dengan penuh gejolak di bawah guyuran air mandi, dengan lumuran busa sabun di sana-sini yang rasanya membuatku semakin saja menikmati sebuah rasa tanpa batas tentang kenikmatan.

Walau setiap kali usai melakukan hal itu dengan Mas Anto, aku selalu dihantui oleh sebuah pertanyaan yang itu-itu lagi dan dengan mudah mengusik benakku: "Bagaimana jika aku hamil nanti? Bagaimana jika Mas Anto malu mengakuinya, apakah keluarga Bapak Umar mau merestui kami berdua untuk menikah sekaligus sudi menerimaku sebagai menantu? Ataukah aku bakal di usir dari rumah ini? Atau juga pasti aku disuruh untuk menggugurkan kandungan ini?" Ah.. pertanyaan ini benar-benar membuatku seolah gila dan ingin menjerit sekeras mungkin. Apalagi Mas Anto selama ini hanya berucap: "Aku mencintaimu, Sarni." Seribu juta kalipun kata itu terlontar dari mulut Mas Anto, tidak akan berarti apa-apa jika Mas Anto tetap diam tak berterus terang dengan keluarganya atas apa yang telah terjadi dengan kami berdua.

Akhirnya terjadilah apa yang selama ini kutakutkan, bahwa aku mulai sering mual dan muntah, yah.. aku hamil! Mas Anto mulai gugup dan panik atas kejadian ini.

"Kenapa kamu bisa hamil sih?" Aku hanya diam tak menjawab.
"Bukankah aku sudah memberimu pil supaya kamu nggak hamil. Kalau begini kita yang repot juga.."
"Kenapa mesti repot Mas? Bukankah Mas Anto sudah berjanji akan menikahi Sarni?"
"Iya.. iya.. tapi tidak secepat ini Santi. Aku masih mencintaimu, dan aku pasti akan menikahimu, dan aku pasti akan menikahimu. Tetapi bukan sekarang. Aku butuh waktu yang tepat untuk bicara dengan Bapak dan Ibu bahwa aku mencintaimu.."

Yah.. setiap kali aku mengeluh soal perutku yang kian bertambah usianya dari hari ke hari dan berganti dengan minggu, Mas Anto selalu kebingungan sendiri dan tak pernah mendapatkan jalan keluar. Aku jadi semakin terpojok oleh kondisi dalam rahim yang tentunya kian membesar.

Genap pada usia tiga bulan kehamilanku, keteguhkan hatiku untuk melangkahkan kaki pergi dari rumah keluarga Bapak umar. Kutinggalkan semua kenangan duka maupun suka yang selama ini kuperoleh di rumah ini. Aku tidak akan menyalahkan Mas Anto. Ini semua salahku yang tak mampu menjaga kekuatan dinding imanku.

Subuh pagi ini aku meninggalkan rumah ini tanpa pamit, setelah kusiapkan sarapan dan sepucuk surat di meja makan yang isinya bahwa aku pergi karena merasa bersalah terhadap keluarga Bapak Umar.

Hampir setahun setelah kepergianku dari keluarga Bapak umar, Aku kini telah menikmati kehidupanku sendiri yang tak selayaknya aku jalani, namun aku bahagia. Hingga pada suatu pagi aku membaca surat pembaca di tabloid terkenal. Surat itu isinya bahwa seorang pemuda Anto mencari dan mengharapkan isterinya yang bernama Sarni untuk segera pulang. Pemuda itu tampak sekali berharap bisa bertemu lagi dengan si calon isterinya karena dia begitu mencintainya.

Aku tahu dan mengerti benar siapa calon isterinya. Namun aku sudah tidak ingin lagi dan pula aku tidak pantas untuk berada di rumah itu lagi, rumah tempat tinggal pemuda bernama Anto itu. Aku sudah tenggelam dalam kubangan ini. Andai saja Mas Anto suka pergi ke lokalisasi, tentu dia tidak perlu harus menulis surat pembaca itu. Mas Anto pasti akan menemukan calon istrinya yang sangat dicintainya. Agar Mas Anto pun mengerti bahwa hingga kini aku masih merindukan kehangatan cintanya. Cinta yang pertama dan terakhir bagiku.

FOTO BUGIL PARIS HILTON DIATAS KAPAL PESIAR!

Berikut ini adalah foto hot Paris Hilton diatas kapal




Cerita Kenakalan Remaja

Cerita seks gadis remaja – Meskipun awalnya ragu, akhirnya Nisa mau juga masuk ke rumah Faris. Dadanya berdegup kencang karena ini adalah kali pertama ia capital ke rumah teman prianya. Kamu tentu tahu Madrasah ‘Aliyah tempat mereka berdua bersekolah melarang hubungan lawan jenis seperti ini. Seperti halnya perintah tegas Sekolah kepada setiap siswi untuk mengenakan jilbab.
Tapi Nisa tak bisa menolak ajakan teman yang ia sukai itu. Dua tahun sudah mereka saling mengenal, sejak keduanya sama-sama duduk di bangku kelas satu. Dan perasaan suka itu muncul di hati Nisa tak absolutist setelah pertemuan pertamanya. Kalau tidak karena Faris memberi sinyal yang sama, Nisa tentu sudah melupakan perasaannya. Tapi cowok itu terus saja bersikap spesial kepadanya, hingga cinta jarak jauh mereka terjalin erat meski tanpa kontak fisik.
Lalu tiga bulan yang lalu saat menjelang Ujian Akhir Sekolah. Kelas pria dan wanita yang biasanya terpisah mulai digabung di beberapa kesempatan karena alasan peningkatan intensitas pelajaran. Siswa putra duduk di barisan depan, sedang yang putri di bagian belakang. Tapi Faris duduk di barisan putra batten belakang sedang Nisa di barisan putri batten depan. Maka tak ayal Faris berada tepat di depan Nisa. Dan itulah awal kontak terdekat yang terjadi pada mereka.
Biasalah… Awalnya pura-pura pinjam alat tulis, tanya buku, ini… itu… Tapi senyuman makin sering tertukar dan kontak batin terjalin dengan pasti. Kadang ada alasan bagi keduanya untuk tidak keluar buru-buru saat istirahat, hingga ada masa singkat ketika mereka hanya berdua di dalam kelas; tanya-tanya pelajaran—alasan basi yang batten disukai setiap orang.
Dua bulan lebih dari cukup untuk memupuk rasa cinta. Meski pacaran adalah terlarang, dan keduanya belum pernah saling mengutarakan cinta, tapi semua teman mereka tahu keduanya adalah sepasang kekasih. Hubungan cinta yang unik di jaman yang serba bebas ini. Dan Nisa begitu menikmati perasaannya. Setiap waktu teramat berharga. Sekilas tatapan serta seulas senyuman selalu menjadi bagian yang menyenangkan.
Lalu cinta mulai berkembang saat kenakalan muncul perlahan-lahan. Nisa sempat ragu saat Faris memintanya untuk datang ke Mall M sepulang sekolah abscessed itu. Sejuta perasaan bahagia membuncah di hati Nisa, bercampur dengan rasa takut dan kegugupan yang luar biasa. Ia nyaris pulang lagi saat abscessed itu ia berdiri di pintu Mall untuk bertemu dengan Faris. Tapi cowok itu keburu melihatnya hingga ia tak dapat menghindar lagi. Ia tahu bahwa dirinya salah tingkah selama kencan pertama mereka.
Malamnya Nisa tak bisa tidur. Membayangkan tentang betapa menyenangkannya kencan mereka, saat untuk pertama kalinya Faris menggenggam tangannya selama berkeliling melihat-lihat banyak hal. Seluruh tubuhnya terasa panas dingin. Faris bahkan membelikan sebuah hadiah berupa kalung mutiara yang sangat mahal untuk ukuran dirinya. Untaian mutiara itu sangat indah, putih memancarkan kilau yang terang. Cowok itu berkata, “Walaupun aku tak akan dapat melihatmu mengenakan kalung itu, kuharap kamu mau tetap mengenakannya.” Dan tentu saja ia senantiasa mengenakan kalung mutiara itu.
Satu bulan itu dihiasi dengan kencan sembunyi-sembunyi yang sangat mendebarkan. Seperti bermain kucing-kucingan dengan semua orang yang Nisa kenal. Kalau ada satu saja orang yang tahu Nisa berduaan dengan seorang pria di Mall, maka Nisa tak dapat membayangkan petaka apa yang akan menimpanya. Tapi berhenti dari melakukan itu ia yakini lebih mengerikan daripada terus menjalaninya. Karena, di abscessed itu, di satu sudut yang sepi di dalam Mall, tiba-tiba saja Faris mencium pipinya dengan cepat tanpa mengatakan apapun juga. Hanya sekilas, dan Faris membuat seolah-olah itu tak pernah terjadi. Tapi pengaruhnya sangat besar pada diri Nisa. Karena seluruh perasaannya bergemuruh dan membuncah. Bercampur aduk hingga ia hanya bisa diam saja seperti orang bodoh. Sisa abscessed itu berlalu tanpa ada chat apapun, karena Nisa tahu wajah putihnya telah berubah semerah udang rebus. Meninggalkan kesan terindah yang terbawa ke dalam mimpi bermalam-malam sesudahnya.
Tiga hari sejak peristiwa itu Nisa selalu berusaha menghindar dari Faris. Ia merasa malu, bingung dan takut. Bagaimanapun juga satu sisi perasaannya masih memiliki keyakinan bahwa cinta mereka mulai melewati batas. Tapi ia belum tahu cara kerja nafsu. Karena ketika akhirnya mereka bertemu kembali, Nisa tak bisa menolak saat di banyak kesempatan Faris mencium pipinya berkali-kali; kanan dan kiri. Bahkan, saat Faris semakin nakal dengan meremas tangannya, memeluk tubuhnya dan mencium bibirnya (meski semua itu dilakukan Faris tak lebih dari lima detik saja), Nisa hanya terpana dan sangat menikmati semuanya. Sebelum berpisah, Faris berbisik pelan kepadanya, “Kamu mau, kan, capital ke rumah esok sore?”
Anehnya, seperti seorang yang terhipnotis, Nisa mengangguk…
Maka, abscessed itu, dengan mengenakan gamis bercorak ceria khas remaja dengan hiasan renda bunga melati, dipadukan dengan jilbab blush yang disemati bros berbentuk kupu-kupu, juga sebuah tas jinjing dari kain kanvas, Nisa duduk di daybed ruang tamu di rumah Faris. Menunggu kekasihnya mengambilkan dua gelas jeruk dingin dan sepiring buah-buahan segar. Matanya menatap ke sekeliling ruangan dan mendapatkan kesan yang sangat menyenangkan.
Kesan itu didapat, sebagian karena bagaimanapun ini adalah rumah orang yang ia cintai, dan sebagiannya lagi karena pemiliknya memiliki cukup banyak uang untuk menata dengan demikian indahnya. Nisa tak tahu banyak soal dekorasi, tapi sesungguhnya rumah itu memang didesain dengan nuansa klasik yang sesuai dengan alam pegunungan tempat rumah itu berdiri. Perabotan, dari mulai lampu-lampu, tempat duduk, meja, lukisan-lukisan serta berbagai hal didominasi oleh corak bambu dan kayu asli. Sementara dedaunan dan tanaman hijau—bercampur antara imitasi dan buatan—menghiasi sudut-sudut yang tepat. Air terjun buatan dibangun di samping ruang tamu, dengan cahaya matahari yang hangat menyinari dari kaca jendela samping. Wilayah itu ditutup oleh kaca bening yang dialiri air dari atas, sehingga mengesankan suasana hujan yang indah dan menimbulkan bunyi gemericik air yang terdengar menyenangkan.
Lukisan pedesaan dipasang di satu sudut yang tepat bagi pandangan mata, dengan gaya naturalis hingga setiap detail nampak sangat jelas. Seperti sebuah foto namun memancarkan ambience magis yang lebih kentara. Nisa sempat terpana dengan semuanya, dengan kesejukan yang melingkupi seluruh dirinya, sampai ia tak sadar kalau Faris telah duduk di sebelahnya, sedang menata gelas dan piring-piring.
“Maaf, ya… Seadanya. Habisnya Umi lagi ke Bandung ikut seminar, nemenin Abi…”
Nisa tersipu malu. Ia berasal dari keluarga yang lebih sederhana, sehingga rasa mindernya muncul saat mendapati rumah yang demikian besar dan mewah ini ternyata milik pacarnya.
“Nggak apa-apa, Ris. Nisa seneng, kok…” Nisa merasakan suaranya tercekat di tenggorokan.
Sore itu Nisa lalui dengan sangat menyenangkan. Ngobrol berdua, bercanda, tertawa, nonton film, capital bold PS hingga makan malam. Nisa baru tahu bahwa ternyata Faris bisa memasak. Pintar malah. Kelezatan rasanya melebihi masakan yang pernah ia buat. Dengan malu ia mengakui itu di hadapan kekasihnya, yang membalasnya dengan ciuman pipi kanan yang lembut.
“Aku tetep sayang kamu, kok…”
Perlu diketahui bahwa Nisa saat itu berusia 16 tahun dan memiliki tubuh yang mulai matang sebagai seorang gadis. Posturnya juga tinggi dengan wajah manis yang terkesan keibuan. Tapi percayalah bahwa ia sangat polos, lebih polos dari gadis SD di kota besar yang telah mahir urusan peluk dan cium. Desa tempat ia tinggal sangat jauh dari arus informasi dan pengaruh buruk ibukota. Maka ia tak menaruh prasangka apapun saat Faris mengajaknya menginap di rumahnya malam itu. Memang ini urusan yang tabu di desanya, tapi kepolosan Nisa membuatnya yakin bahwa Faris tak akan melakukan hal buruk terhadapnya. Sehingga, pilihan berbohong ia lakukan agar bisa berduaan terus dengan kekasihnya. Ia telah bilang pada orang rumah bahwa ia akan menginap di rumah Ririn. Ia tahu orang tuanya tak akan curiga, karena hal itu biasa ia lakukan di waktu-waktu ujian sekolah. Apalagi menjelang Ujian Akhir seperti sekarang.
Suasana malam sangat sunyi dan suara jengkerik telah berganti dengan burung malam. Tak berapa absolutist rintik hujan mulai turun, dan Nisa tak menyadarinya sampai hujan itu berubah jadi deras. Sangat deras, karena di musim penghujan seperti ini hal seperti itu selalu saja terjadi. Kalau tidak karena suasana cinta yang tengah meliputinya, Nisa tak akan betah di rumah orang dalam situasi seperti itu.
O, iya… Sebetulnya Nisa dan Faris tidak benar-benar berdua di rumah, karena ada Hana, adik perempuan Faris yang sekarang duduk di bangku kelas 1 SMP. Makanya Nisa tidak terlalu merasa sungkan, karena ia bisa bermain dengan Hana juga di sepanjang abscessed dan malam itu. Farislah yang agak kerepotan karena harus meminta Hana agar berjanji tidak memberitahukan keberadaan Nisa kepada orang tua mereka. Hana sebetulnya tidak susah dibujuk. Hanya saja keberadaannya menyulitkan karena ciuman-ciuman harus dilakukan secara hati-hati.
Peluk dan cium beberapa waktu yang lalu memang mendapatkan perlawanan (meski setengah hati) dari Nisa. Tapi hal itu tak berlaku malam ini, karena kini Nisa merasa lebih santai dan bebas. Di satu kesempatan Faris memeluknya sembari mencium bibirnya sekilas. Di kesempatan lain ia dipeluk dari belakang, tepatnya saat ia mencuci piring bekas makan malam dan pria itu mengendap-endap dari belakang dan begitu saja melingkarkan tangan di pinggangnya. Nisa sempat menjerit pelan dan berusaha meronta, tapi tangannya yang memegang piring dipenuhi busa sabun hingga susah untuk bergerak. Ia hanya menggelinjang pelan dan merengek lemah, saat pelukan itu makin erat dan ciuman di pipinya membuatnya terbius. Hampir saja Hana melihat perbuatan mereka, kalau Faris tidak buru-buru melepaskan pelukan di pinggang yang ramping itu.
Setelah mandi malam yang menyenangkan, di dalam bath-tub air hangat yang penuh busa dan peralatan mandi yang lengkap milik Umi Faris, Nisa bergabung dengan kakak beradik di ruang TV. Ia mengenakan busana malam yang lebih santai (setidaknya untuk ukuran gadis berjilbab); kemeja kaus lengan panjang putih bermotif garis warna biru dengan bawahan rok katun berwarna biru lembut, dipadukan jilbab simpel berwarna biru senada. Parfum balm bunga khas remaja ia seprotkan di tempat-tempat yang tepat untuk menyegarkan dirinya. Lalu ia duduk di samping Hana yang sedang tertawa menyaksikan blur kartun di televisi.
Mata Nisa saat itu tertuju penuh ke televisi, namun pikirannya terbang ke alam tertinggi yang penuh imajinasi. Pelukan dan ciuman hangat dari Faris mau tak mau membangkitkan gairah terpendam yang selama ini tersembuyi jauh di dasar jiwanya. Ia mengalami semacam sensasi aneh yang baru dikenalnya, yang sangat memabukkan dan membuatnya lupa diri. Jam baru pukul delapan malam namun kegelisahannya telah memuncak.
Nisa tak tahu—atau mungkin tak berani mengakui—bahwa dirinya telah dipenuhi sensasi seks yang menyenangkan. Terlebih ini adalah masa-masa suburnya. Letupan-letupan kecil yang dipicu oleh Faris membuatnya perlahan-lahan tebawa ke arus deras, hingga sulit terbendung oleh keremajaannya yang sedang membara. Penghalang dirinya untuk melakukan hal-hal yang lebih seronok adalah rasa malu, takut serta ketidaktahuan yang besar tentang kondisi-kondisi semacam ini. Tapi pancingan-pancingan yang dilakukan oleh Faris dengan lihai membawanya pada pengalaman-pengalaman terlarang yang sangat menggairahkan. Semuanya akibat kepolosan sang gadis remaja.
Jam delapan lewat dua puluh menit Faris bangkit dari duduknya dan menarik tangan Nisa agar mengikutinya. Hana tak sadar karena ia terfokus pada acara televisi. Nisa menurut dan dadanya berdebar kencang saat Faris menariknya ke lantai dua. Kalau Nisa sedikit lebih gaul, ia akan tahu Faris bermaksud melakukan sesuatu, tapi Nisa jauh lebih polos dari yang orang kira, hingga ia justru merasa senang saat Faris mengajaknya untuk melihat-lihat kamarnya. Ia senang bisa tahu isi dalam kamar kekasih yang ia cintai.
Nisa kagum pada suasana kamar Faris yang menyenangkan. Ia juga terkejut saat menemukan foto dirinya dalam affectation separuh badan terpampang di dinding kamar. Foto itu ditutupi Faris oleh affiche pemain bola, hingga tidak ada yang tahu bila setiap malam ia menarik affiche itu dan memandangi foto gadis yang tersenyum manis di sana.
Nisa setengah lupa tentang kapan ia membuat foto itu. Ia merasa foto itu lebih cantik dari aslinya. Tapi Faris menjelaskan bahwa affairs komputer photoshop dapat melakukan banyak hal, seperti membuat gadis secantik dirinya terlihat lebih segar dan mempesona. Nisa tersipu malu. Tapi itu belum seberapa, karena tiba-tiba Faris menarik dirinya agar berhadapan, lalu mengeluarkan sepasang anting mutiara dari kotak beludru di saku celananya. Nisa terperanjat. Faris berbisik mesra,
“Ini pasangan kalung yang pernah kuberikan. Aku mau kamu mengenakannya…”
Mata Nisa berkaca-kaca. Kalau saja ia berani, ia sudah memeluk pria di hadapannya dan menciumnya bertubi-tubi. Tapi ia terlalu malu untuk melakukan hal semacam itu. Ia hanya salah tingkah, saat Faris meletakkan anting-anting itu di telapak tangannya dan berkata lagi,
“Aku pasangkan sekarang, ya…”
“Tapi…” Suara Nisa serak dan lirih.
“Tapi kenapa?”
“Nisa malu…”
“Kok malu? Bukankah kita saling mencintai?! Masihkah kita saling tertutup?”
Nisa bingung untuk menjawab, karena ini adalah momen pertama dalam hidupnya ketika ia harus membuka jilbabnya di hadapan seorang laki-laki. Wanita-wanita yang biasa berbikini di kolam renang atau berpakaian seksi di Mall-mall tentu tak akan paham kenyataan ini. Tapi Nisa adalah perempuan yang sejak belasan tahun lalu selalu menutup seluruh bagian tubuhnya dan tak memamerkannya pada siapapun kecuali keluarganya. Melepas jilbab baginya sama seperti melepas rok di depan kamera bagi gadis keumuman.
Aneh? Memang! Tapi itulah kenyataannya. Ia setengah menangis saat tak kuasa menolak permintaan Faris yang menyudutkan itu. Ia memang diam. Tapi dadanya bergemuruh hebat saat jemari Faris melepasi jarum dan peniti yang menyemati jilbabnya. Ia tertunduk dalam dan menahan nafas saat tangan kekasihnya menarik lepas jilbabnya. Tangannya yang gemetar meremas-remas ujung kaus, dan tanpa sadar ia menggigit bibirnya sendiri saat Faris menarik dagunya agar mereka bisa saling bertatapan serta membelai rambutnya dengan mesra; rambut yang hitam lurus sepanjang bahunya.
“Kamu cantik sekali, Nisa…” Suara itu terdengar lirih, dan Nisa hanya terpejam menahan semua perasaannya. Itu adalah ekspresi terbodoh yang pernah ia lakukan, atau justru yang terbaik, karena semuanya mendorong Faris untuk mengecup bibirnya dengan lembut. Ciuman hangat dan penuh cinta, membawa Nisa terbang tinggi dan melupakan dunia ini.
“Mmmh…”
Nisa hanya terpejam pasrah. Tubuhnya gemetar hebat. Tapi mulutnya terbuka lebar saat lidah Faris mulai menjulur dan menggelitiki rongga mulutnya. Lidahnya ikut bergerak meski masih sangat kaku, saling menggelitiki untuk mendapatkan sensasi aneh yang sempurna. Tangannya begitu saja memeluk lengan Faris yang kokoh, yang saat itu tengah melingkarkannya di pinggangnya sendiri.
Waktu seakan berhenti. Dan keduanya terpaku seperti sepasang patung sihir. Hanya helaan nafas yang terdengar di sela-sela ciuman membara dan dipenuhi gelora cinta. Kedua tubuh itu merapat dan saling bergesekan, seakan tak dapat terpisahkan. Saling memberikan rasa hangat yang aneh dan membangkitkan seluruh saraf yang tertidur. Keduanya baru berhenti ketika nafas mulai habis dan terengah-engah kelelahan. Nisa kaget dan merasa malu sekali. Mulutnya basah akibat ciuman panas itu. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa selain menanti yang terjadi selanjutnya. Ia membiarkan Faris memasang anting-anting di kedua telinganya. Ia menahan rasa geli saat jari jemari Faris seakan menggelitik kedua telinganya, dan menurut saja ketika pria itu menuntunya ke hadapan cermin besar.
“Lihat… Kamu cantik sekali..”
Nisa melihat sekilas ke cermin, menyaksikan dirinya sendiri tanpa jilbab, dengan dihiasi anting-anting dan kalung mutiara dari kekasihnya. Ia merengek manja dan menutup muka dengan telapak tangannya. “Aah… Faris jahat… Nisa malu…”
“Malu sama siapa?”
Mereka bercanda dengan mesra dan lebih hangat. Ciuman tadi telah menyingkapkan tabir kekakuan yang telah terbentuk selama ini. Mereka kini lebih mirip sepasang kekasih, dengan pelukan dan ciuman hangat yang sarat nuansa cinta.
Pagi itu adalah pagi terindah bagi Nisa. Menghidangkan sarapan di meja makan untuk Faris membuatnya merasa seperti seorang istri yang melayani suaminya. Faris dan adiknya sangat puas dengan masakannya. Canda tawa menghiasi makan pagi mereka yang berlangsung dengan santai. Seusai makan Hana langsung berangkat sekolah, meninggalkan sepasang sejoli yang dimabuk asmara itu tanpa kecurigaan apapun. Membiarkan keduanya menikmati hari dalam kemesraannya.
Tapi, kalau kamu berpikir malam itu keduanya melakukan hubungan-hubungan khusus suami istri, percayalah bahwa kamu salah besar. Mereka masih terlalu penakut untuk melakukan hubungan yang lebih jauh. Meskipun ciuman mereka semakin panas, aktivitas lain masih terhitung sopan karena tangan Faris tak pernah bergerilya seperti tangan para professional. Masih tetap pelukan sopan yang tak melibatkan rabaan ataupun sentuhan lain. Keduanya tidur terpisah dan tak ada aktivitas nakal di malam hari.
Nisa pulang dari rumah Faris sekitar pukul sepuluh pagi, setelah banyak ciuman tambahan sehabis sarapan dan mandi pagi. Kepada orang rumah ia bilang sekolah pulang cepat. Seharian ia lebih banyak mengunci diri dalam kamarnya, menikmati sensasi imajinasi yang semakin cheat dibanding waktu sebelumnya.

Belajar Seks dari ABG


Semalam dalam perjalanan menggunakan busway dari Harmoni saya mendapatkan pelajaran menarik tentang seks dari ABG. Kemacetan parah yang terjadi akibat hujan membuat semakin banyak pelajaran yang didapat.
Cerita ini bermula dari halte Harmoni, saat sedang antri menunggu busway yang kedatangannya yang tidak bisa diduga, ada sebelah kanan ada 3 orang ABG cewek dan di belakang ada 5 orang ABG cowok. Kedua kelompok ini berusia antara 15-18 tahun karena dari pembicaraan mereka adalah siswa sekolah menengah. Pada awalnya kedua kelompok ini tidak saling kenal tetapi karena kenekatan yang cowok maka pembicaraan mereka mulai mencair. Awalnya kelompok cowok melontarkan kata-kata iseng untuk memancing reaksi cewek. Ketika mendapatkan respon maka salah seorang cowok ABG semakin berani. Teman cowok yang lainnya mendukung dengan komentar khas ABG.
Ketakjuban saya mulai terjadi ketika setelah beberapa menit saling bertukar canda yang bernada ejekan, sang cowok mulai berani mengelus muka salah satu cewek yang sangat responsif dalam bercanda. Elusan yang mirip gerakan orang mencuci muka yang sebelumya sudah didahului dengan beberapa kali menyentuh bahu sang cewek.
Di dalam bus suasana makin seru. Meski tidak ada tindakan fisik lagi tetapi pembicaran semakin seru. Mulai terdengar kata-kata yang sebenarnya tidak pantas diucapkan oleh siapapun di tempat umum. Disini saya mendapatkan beberapa kosakata seks yang diucapkan dengan keras oleh ABG cowok. Ketakjuban saya semakin menjadi ketika yang cewek pun menanggapi dengan antusias. Pembicaraan yang terjadi seperti ini.
Ketika melihat salah satu ABG cewek merapatkan kedua telapak tangan di dada karena kedinginan
Cowok:eh, elu lagi **nge ya? (sambil tertawa ngakak)
Cewek: elu kali, gue kedingingan tau?
Cowok: boong lu, elu kan dari tadi saklar, **nge gak kelar-kelar (sambil tertawa)
Cewek: elu kali yang sarat, **nge berat (diucapkan dengan santai)
Kemudian kedua kelompok ngobrol dengan temannya masing-masing. Tidak berapa lama kemudian kelompok cowok mulai menggoda lagi. Tetapi mungkin karena sudah capek sang cewek menjawab agak ketus, kemudian terjadi lagi pembicaraan berikut:
Cowok: elu kok tampangnya kayak gitu, muka elu kayak muka sep**gan, kebanyakan nye**ng ya?
Cewek: sialan lu, elu kali yang suka nyepong engkong lu.
Pembicaraan seperti berlanjut sampai kelompok cowok turun di halte tujuannya sedangkan kelompok cewek masih melanjutkan perjalanannya. Sebelumnya mereka sempat bertukar nomor hape. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tentu kita tidak bisa menarik kesimpulan dari satu kejadian ini tetapi hal ini paling tidak memberikan gambaran perilaku sebagian ABG di sekitar kita. Beberapa hal yang menarik perhatian saya adalah:
- Sikap ABG cewek yang ‘membolehkan’ cowok menyentuhnya tanpa ada upaya penolakan atau marah. Apa yang ada di pikiran cewek tersebut ketika disentuh cowok?
- Mereka sudah sangat mengerti istilah-istilah seksual
- Mereka seolah-olah tidak merasa risih untuk membicarakannya di tempat umum, apakah ini juga merupaka suatu pertanda menurunnya pemahaman akan kepantasan dalam bersikap di tempat umum. Mereka sangat tidak peduli dengan situasi dan orang-orang di sekitar.
- Apa yang mereka bicarakan dalam kelompoknya sendiri? mudah-mudahan tidak lebih parah dari yang sudah saya dengar.
- Apakah ini juga merupakan bukti tentang terjadinya evolusi seksualitas pada remaja? h
Haruskah kita menganggap hal seperti ini sebagai hal yang lumrah seiring dengan kemajuan jaman? atau haruskah kita peduli dan memulai pendidikan seks yang benar kepada anak-anak?